Abadipost.com, MINAHASA — Slogan “Polri Bersama Rakyat” tampaknya hanya menjadi semboyan kosong bagi sejumlah personel kepolisian di Sulawesi Utara.
Pasalnya, sejak 30 September hingga Kamis (02/10), anggota Polda Sulut dan Polresta Manado, serta Brimob terlibat aktif mengawal pemasangan pagar beton di atas tanah yang diduduki masyarakat dan masih dalam proses Hukum di Pengadilan.
Lahan yang menjadi objek sengketa ini berada di Desa Sea Jaga VII, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa. Pemasangan pagar beton dilakukan oleh konglomerat Jimmy Widjaja, yang notabene memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor: 3320/Desa Sea padahal, HGB inilah yang sementara digugat dan dijadikan Objek Sengketa oleh warga masyarakat yang menduduki/menguasai tanah yang saat ini diserobot dengan cara membangun pagar oleh Jimmy Widjaja dan dibackup oleh Polda Sulut dan Polresta Manado.
Alih-alih bersikap netral dan menjadi pengaman ketertiban umum, pantauan di lapangan justru menunjukkan keterlibatan aparat kepolisian yang sangat dalam. Pihak kepolisian dituding warga Desa Sea sebagai “mandor proyek ilegal” tersebut.
Ketegangan pun tak terhindarkan. Aksi dorong-mendorong sempat terjadi antara aparat dan warga yang berusaha mati-matian mempertahankan hak mereka. Bahkan, sempat terekam adanya oknum polisi yang berteriak (bakuku) dan menantang warga.
Kejadian ini langsung ditanggapi keras oleh Kuasa Hukum warga Sea, Noch Sambouw.
Ia datang ke lokasi didampingi oleh tiga anggota DPRD Minahasa untuk bertemu langsung dengan penanggungjawab petugas kepilisian yang berada di lokasi pembuatan pagar beton.
Sambil membawa berkas dari pengadilan untuk memperkuat status objek yang sementara dipagar, Noch Sambouw menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 21 Tahun 2020: Mengatur penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan.
Permasalahan sengketa akan masuk ranah hukum perdata dan/atau pidana dan penyelesaiannya diatur dalam peraturan ini, termasuk kemungkinan perintah penghentian aktivitas pembangunan.
* Proses Penyelesaian Sengketa: Segala aktivitas pembangunan harus dihentikan sementara hingga sengketa dinyatakan selesai, baik melalui mediasi, arbitrase, atau putusan pengadilan.
* Pemeriksaan Status Tanah: Pastikan status legal tanah tersebut dan tidak ada klaim hukum yang belum terselesaikan.
* Menghindari Pembangunan Ilegal: Pembangunan di tanah sengketa dapat dianggap ilegal dan menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak yang melakukan pembangunan.
“Polisi adalah aparat penegak hukum, tapi justru melanggar hukum itu sendiri,” tegas Sambouw.
Kehadiran anggota DPRD Minahasa mewakili suara rakyat pun tak mampu menghentikan aktivitas tersebut.
Anggota dewan telah meminta agar pekerjaan dihentikan sementara demi menjaga situasi kondusif sambil menunggu putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) dari pengadilan. Namun, permintaan tersebut tidak digubris.
“Permintaan anggota DPRD tidak digubris, pekerjaan tetap dilanjutkan,” ujar Sambouw dengan nada kecewa.
Pertanyaan tajam pun ia lontarkan di lokasi: “Sebenarnya Polri itu untuk masyarakat atau untuk mafia tanah?”
Hingga berita ini diturunkan, pengerjaan pemasangan pagar beton di lahan sengketa tersebut dilaporkan masih terus berlanjut di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian gabungan.
Aksi ini jelas mencederai rasa keadilan warga Desa Sea yang sedang berjuang mempertahankan hak mereka di jalur hukum.
Kabag OPS Polresta Manado dalam keterangannya dilokasi, Rabu 1 oktober 2025, memastikan akan menarik pasukan jika sudah ada petunjuk atasan.
Sampai berita ini di turunkan tidak ada jawaban konfirmasi dari Humas Polda Sulut.
Tinggalkan Balasan